KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
IlustrasiJAKARTA, KOMPAS.com — Aktivitas Gunung Anak Krakatau yang terus berfluktuasi sejak tahun 2007 ini diakui masih belum mengkhawatirkan meski berstatus "Waspada". Suara gemuruh serta sinar api yang tampak di malam hari merupakan karakteristik letusan Gunung Anak Krakatau yang terbentuk pada tahun 1927 ini."Memang sering ada sinar api kalau di malam hari, yang terang itu adalah lava pijar. Kalau siang, kelihatannya awan gelap seperti hujan material," ucap Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) Agus Budianto, Minggu (14/11/2010).
Ia menjelaskan bahwa Gunung Anak Krakatau memiliki tipe erupsi yang berbeda dengan Gunung Merapi di Yogyakarta yang sekarang sangat aktif tersebut. Letusan Anak Krakatau bersifat strombolian mengarah pada vulkanian. "Dinamakan strombolian karena sifat letusannya yang mirip dengan Gunung Stromboli di Italia. Anak Krakatau meletus secara eksplosif mengeluarkan lava pijar, ada semburan ke atas seperti kembang api," ungkap Agus.
Asap berwarna kelabu yang membubung di atas puncak Gunung Anak Krakatau juga mencapai ketinggian 100-1.000 meter. Pada tahun 80-90-an terdapat lelehan lava di anak gunung itu.
Namun, sejak tahun 2000 aliran lava tidak lagi muncul. Karakter anak gunung ini memang memiliki ketinggian asap maksimum 1.500 meter. Asap berwarna kelabu kehitaman tersebut menandakan terdapat material abu di dalamnya. Karakteristik erupsinya cenderung strombolian mengarah ke vulkanian. Saat menjadi vulkanian, ketinggian gumpalan asap maksimal sampai dengan 3.000 meter.
Sementara itu, Gunung Merapi memiliki karakter erupsi yang bersifat guguran atau lelehan (efusif) dan kini karakter erupsinya juga bersifat eksplosif.
Terkait dengan bunyi gemuruh yang bisa sampai terdengar ke Lampung dan Anyer, Banten, Agus menjelaskan bahwa hal tersebut memang dimungkinkan terjadi, terutama saat malam hari. Hal ini karena tekanan udara saat itu rendah. "Tapi yang bunyi itu suara letusannya, bukan dari lempengnya," ujar Agus.
Krakatau juga diperkirakan masih tetap akan terus beraktivitas seperti saat ini. "Memang sejak 2007, Anak Krakatau rajin meletus, terus mulai lagi pada 2009. Jadi ada interval letusannya. Semakin sering letusan-letusan kecil ini terjadi, kemungkinan letusan besar seperti di Merapi tipis karena energinya pelan-pelan dikeluarkan," ungkap Agus.
Adapun Gunung Anak Krakatau terbentuk seusai letusan hebat Gunung Krakatau tahun 1883 yang membuat dunia gelap dalam beberapa hari. Letusan hebat itu menyisakan kaldera atau kawah besar di Selat Sunda. Tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan Pulau Sertung. Pada 1927 kemudian muncul anak dari Gunung Krakatau di kaldera tersebut.
Saat malam hari dan cuaca cerah, Gunung Anak Krakatau memang menyajikan pemandangan sangat indah dengan lontaran material pijarnya. Karena itu, banyak warga dan turis asing yang ingin menyaksikan pemandangan itu. "Letusan Anak Krakatau tidak perlu dikhawatirkan saat ini, yang bisa kita lakukan adalah menikmati pemandangan indah letusan kembang api yang tampak berpijar kalau malam hari," ucap Agus.
Meski demikian, dengan status "Waspada", jarak aman adalah 2 kilometer dari pusat letusan
http://megapolitan.kompas.com/read/2010/11/14/14082593/Letusan.Krakatau..Kembang.Api.yang.Indah.-8.