VIVAnews - Krisis global mengalihkan mata investor ke Asia. Dua raksasa ekonomi Asia, China dan India berhasil menikmati pertumbuhan cukup tinggi, sehingga mendongkrak perekonomian di kawasan Asia.
Asian Development Bank (ADB) memprediksi perekonomian China bakal tumbuh 9,6 persen tahun ini. Meski pada 2011, pertumbuhan ekonomi sedikit melambat menjadi 9,1 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di India diprediksi tumbuh sebesar 4,1 persen pada 2010 dan 3,9 persen selama 2011.
Menurut Xingyuang Feng dari Chinese Academy of Social Science, pertumbuhan ekonomi China ditopang oleh kebijakan pasar terbuka yang diterapkan pemerintah.
"Dengan ini kompetisi selalu terjaga dan setiap orang akan berlomba menjadi yang terbaik," kata Xingyuang dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Freedom Institute di Jakarta, Rabu 6 Oktober 2010.
Namun, optimisme China tersebut akan segera terkalahkan oleh India. Ada dua alasan kenapa pertumbuhan ekonomi India akan melebihi China.
Pertama, adalah faktor demografi. Sumber daya manusia (SDM) di China diperkirakan mulai susut akibat kebijakan satu anak.
Kedua, implementasi demokrasi di India. Pemerintah terpilih India saat ini memutuskan sebuah kebijakan berdasarkan pemilih mereka.
"Sekarang semua politisi di India bicara soal infrastruktur jalan, karena kalau tidak mereka akan ditinggalkan oleh para pemilih," kata Barun S Mitra dari Liberty Institute India.
Barun memperkirakan faktor-faktor tersebut dapat membuat ekonomi India tumbuh hingga 10 persen.
Menurut dia, kondisi di India itu juga diharapkan dapat membantu masyarakat mengubah kebiasaan yang pada akhirnya membawa perubahan.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi sekitar enam persen dari rata-rata Asia 7,1 persen, merupakan negara ketiga tercepat setelah China dan India dalam hal pertumbuhan.
Konsumsi domestik yang kuat dari tingginya angka penjualan kendaraan bermotor dan konsumsi bahan bangunan yang tinggi menjadi beberapa indikator pertumbuhan itu.
Dana asing pun terus mengalir deras ke Indonesia. Total mencapai Rp115 triliun yang masuk ke berbagai instrumen investasi seperti obligasi negara, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan bursa saham.
Bahkan, beberapa lembaga keuangan asing masih merekomendasikan agar mereka membenamkan investasinya di Indonesia. "Lupakan Brasil, saatnya membidik Indonesia," ujar Kepala Investasi Citigroup Private Bank untuk Asia, Debashish Dutta Gupta.
Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) pun menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010 dari 5,5 persen menjadi 6,1 persen. Angka ini lebih baik dari capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 yang sebesar 4,5 persen.
ADB juga memperbaiki proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 dari semula enam persen menjadi 6,3 persen.
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh di sektor konsumsi dan lemah di bidang industri. Untuk jangka panjang, pertumbuhan Indonesia dipandang tidak cukup berkelanjutan.
"Dengan pertumbuhan enam persen per tahun, Indonesia hanya menyamai pencapaian Malaysia dalam 20 tahun ke depan, atau 24 tahun untuk menyamai pertumbuhan rata-rata ekonomi dunia," kata Sjamsu Rahardja dari Paramadina Public Policy Institute.
Sjamsu yang merupakan ekonom Bank Dunia ini juga menyayangkan mudahnya pemerintah terhadap pencapaian target. "Seharusnya pemerintah mengubah sikap permisifnya, jangan dengan pertumbuhan 6 persen Alhamdulillah, bagaimana ke depannya," kata dia.
Dia juga mengatakan nilai investasi yang dibawa oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum pasti. "Jangan cukup berbangga sebelum menjadi kenyataan," kata dia.
Ia juga mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung memproteksi ketimbang membuka pintu investasi. "Ketika India membuka diri untuk service center, kami bicara bagaimana memproteksi hal ini," kata Sjamsu.
Pemerintah, menurut dia, seharusnya memikirkan langkah lain ketimbang proteksi. "Berikan insentif," kata dia.
Selain itu, dia menekankan pada belanja infrastruktur Indonesia yang tertinggal jauh dibandingkan China dan India. India telah merealisasikan belanja infrastruktur sebesar US$30 juta, sedangkan China US$100 juta.
"Indonesia sangat kecil, hanya US$10 juta, bagaimana mau menyamai China," kata dia.
Guna menyokong laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar tujuh persen pada 2012, pemerintah perlu meningkatkan belanja modal infrastruktur dua kali lipat dari anggaran tahun ini.
Tahun ini, pemerintah baru menghabiskan belanja infrastruktur sebesar 3,5 persen dari PDB. Percepatan pembangunan infrastruktur dapat mendorong investasi bidang ekonomi riil serta pertumbuhan PDB di atas tujuh persen. (sj)
http://bisnis.vivanews.com/news/read/181541-ekonomi-ri-di-tengah-raksasa-china-india